MOMMIESDAILY.COM - Umur
delapan belas bulan, biasanya anak sudah mulai lincah bergerak ke sana kemari,
ingin tahu segalanya. Demikian juga, anak saya. Hebohnya nggak ketulungan.
Keluyuran keliling rumah dan halaman adalah kegiatan favoritnya. Apalagi, ibu
saya punya kebun tanaman hias di halaman. Makin senanglah Nara mengabsen bunga
dan aneka serangga dan hewan yang di sana hampir setiap sore.
Suatu hari, ketika asyik mengikuti
belalang, dia menyenggol tumpukan pot plastik milik ibu saya. Suaranya lumayan
seru. Akibatnya, Nara kaget. Dia hanya berdiri diam di tempatnya sambil menatap
pot yang berserakan di tanah.
Lalu, dia menoleh ke saya.
Nah lo.
Selama sepersekian detik, hal-hal
berikut terlintas di kepala saya: Itu salah. Dia tahu itu salah. Lalu gimana?
Disuruh beresin? Nggak mungkin, kan? Dia kan belum jago numpuk barang. Emang
udah bisa ya dia diajarin soal konsekuensi?
Oke. Mungkin itu sekitar tiga
detik, bukan sepersekian detik, ya.
Hari itu, saya hanya menyuruhnya
berhati-hati lain kali. Lalu saya yang membereskan potnya. Tapi saya jadi
kepikiran tentang bagaimana cara memberikan konsekuensi yang tepat bagi anak
saya.
Dalam pikiran saya, ini persoalan
yang cukup penting. Sering saya bertemu dengan orang yang berkelakuan seenak
dirinya sendiri. Bisa jadi dia menganggap tidak ada konsekuensi di balik
perbuatannya. Contoh sederhananya: Buang sampah sembarangan? Ya, udah sih, kan
ntar ada yang bersihin. Hmm .. ada gak sih caranya biar anak saya nggak jadi
makhluk kayak gitu?
Setelah berdiskusi dengan teman
saya di 24hourparenting.com, ternyata konsekuensi bisa dikenalkan sejak kecil.
Tentu saja, menerapkan pemberian konsekuensi dengan baik. Berikut 4 syarat cara
pemberian konsekuensi yang baik:
Pertama, konsekuensi yang
diberikan harus berhubungan dengan kesalahan. Suatu ketika, Nara menumpahkan
minyak telon ke lantai. Konsekuensi yang diberikan haruslah berhubungan dengan
kesalahannya, misal mengelap tumpahannya, bukan tidak boleh main atau menonton acara
kesukaannya.
Kedua, konsekuensinya
harus masuk akal. Konsekuensi yang diberikan harus sesuai dengan kemampuan
anak. Nara sudah mampu mengelap permukaan meja atau lantai dengan cukup bersih.
Jadi dalam kasus minyak telon tumpah itu, saya menugasi dia untuk mengambil
lap, lalu mengelapnya sendiri. Untuk kejadian lain, seperti dia masuk rumah
pakai sepatu dan meninggalkan jejak kotor, karena dia belum bisa menyapu, saya
hanya memintanya mengambilkan sapu untuk saya.
Ketiga, memberikan
pengalaman belajar. Selain memberikan konsekuensi yang tepat, kita juga harus
mengevaluasi kemampuannya untuk tidak mengulangi kesalahannya secara berkala.
Berikan apresiasi jika dia berhasil tidak menumpahkan atau menjatuhkan sesuatu.
Saya sendiri menggunakan “Hei, bisa ya nggak tumpah. Tos dulu!”
Keempat, menjaga harga
diri anak. Penting untuk tidak membentaknya dan menceritakan kesalahannya pada
orang lain. Memang sulit sih, karena kita biasanya terbawa emosi, lalu
kelepasan berteriak atau membentak. Saya biasanya berusaha keras untuk ‘stay
cool’, ekstra sabar, dan mengingat setiap saat bahwa anak kita sedang
belajar. Sedangkan soal menceritakan kesalahan, mana ada sih orang yang
kepingin kesalahannya diceritakan ke orang lain?
No comments:
Post a Comment