Oleh Ahmad Gozali
ID.YAHOO.COM - Perencanaan keuangan bisa dibilang ilmu baru
di Indonesia yang mulai dipraktekkan pada akhir 1990-an atau awal 2000-an. Di
negara-negara maju, justru telah populer sejak puluhan tahun sebelumnya.
Sejatinya, ilmu perencanaan keuangan sudah dipraktekkan
puluhan ribu tahun silam. Di antara bukti sejarahnya, kisah Nabi Yusuf AS yang
membuat dan mempraktekkan strategi menghadapi masa paceklik.
Al-Quran mencatat kisah Yusuf menerjemahkan mimpi Raja Mesir.
Dalam tidurnya, sang raja melihat 7 ekor sapi gemuk yang digantikan 7 ekor sapi
kurus serta gandum berisi digantikan gandum kering.
Banyak orang yang telah diminta pendapat mengenai arti mimpi
tersebut. Tapi hanya Yusuf yang bisa memberi tahu maknanya. Katanya seperti
tersirat dalam sejarah, akan datang 7 tahun masa panen, yang kemudian diikuti 7
tahun masa paceklik. Setelah itu, masa subur Mesir akan kembali.
Seperti kita tahu, sejak zaman dahulu kala, pertanian Mesir
sangat bergantung pada Sungai Nil. Jika sungai mengalirkan airnya dengan baik,
wilayah Mesir subur dan hasil panennya melimpah. Tapi, bukan tidak mungkin
Sungai Nil mengering atau bahkan meluap.
Usai memaknai mimpi, Yusuf melanjutkan nasihatnya pada sang
raja. “Hendaklah engkau bertanam 7 tahun lamanya sebagaimana biasa. Maka apa
yang engkau tuai hendaknya kau biarkan di bulirnya, kecuali sedikit untuk
engkau makan.” [Surah Yusuf ayat 47]
Selain membuat prakiraan kondisi di masa depan, Yusuf juga
memberikan solusinya. Mengingat 7 tahun masa panen diikuti 7 tahun masa
paceklik, hendaknya kita menyimpan hasil panen tetap dalam bulirnya sebagai
cadangan saat paceklik tiba.
Sejarah membuktikan, walaupun menghadapi masa paceklik,
rakyat Mesir tetap Makmur lantaran ada yang disimpan dari hasil panen
sebelumnya. Sampai rakyat dari negeri tetangga yang kelaparan pun meminta
bantuan mereka.
Bagi kita yang hidup di zaman sekarang, masa panen adalah
masa produktif bekerja atau berbisnis. Masa pacekliknya, yaitu pensiun kelak.
Hendaknya kita juga menyimpan hasil panen saat ini untuk menghadapi masa
paceklik nanti.
Menariknya dari perkataan Yusuf adalah agar tetap menyimpan
hasil panen dalam bulirnya, kecuali sedikit untuk dimakan. Saya mendapatkan
kesan dari ayat ini bahwa hasil produksi kita sekarang seharusnya disimpan
terlebih dahulu kecuali sedikit yang dikonsumsi. Bukannya dibelanjakan dulu,
jika ada sisa lalu disimpan.
Terinspirasi dari kisah ini, saya menggunakan istilah
“saving dulu, baru shopping”, seperti termaktub dalam buku saya yang berjudul:
“Habiskan Saja Gajimu”. Model belanja dulu kemudian menyimpan, ternyata tidak
efektif.
Hal kedua yang menarik dalam pernyataan Yusuf, yaitu panen 7
tahun dan paceklik 7 tahun. Secara logika matematika, mestinya separuh disimpan
dan separuh dimakan bisa mencukupi. Tapi ayat tadi memerintahkan untuk makan
sedikit saja, atau kurang dari setengah. Kenapa?
Nilai gandum memang tidak akan berkurang jika disimpan dalam
bulirnya. Tapi, jumlah penduduk Mesir tentu bertambah banyak selama 7 tahun
tersebut. Maka diperlukan jumlah gandum yang lebih besar untuk memberi makan
rakyat di masa depan.
Dalam konteks kehidupan sekarang, ini yang kita sebut
sebagai inflasi. Nominal uang yang kita
simpan mungkin tetap atau bertambah, tapi harga-harga bertambah mahal. Maka
strategi yang bisa kita tiru adalah memperkecil konsumsi, perbesar investasi.
Tanpa harus punya keahlian membaca mimpi seperti Nabi Yusuf,
kita sudah tahu bahwa harga-harga naik di masa depan. Kita sudah faham
kebutuhan bertambah besar seiring perkembangan keluarga. Kita pun mafhum akan
menghadapi masa tidak produktif saat pensiun.
Akankah kita diam saja? Atau lakukan sesuatu seperti Nabi
Yusuf lakukan?
Salam Berkah,
No comments:
Post a Comment